Pages

Wednesday, June 8, 2011

Langkah perpustakaan menghadapi hambatan sulit berkembangnya perpustakaan

Langkah perpustakaan menghadapi hambatan sulit berkembangnya perpustakaan Semua hambatan yang ada pasti memiliki jalan keluar untuk dihadapi. Termasuk hambatan-hambatan untuk perpustakaan berkembang. Meskipun memerlukan usaha yang tidak mudah maka perlu adanya dukungan dari semua pihak perpustakaan baik pihak internal maupun eksternal untuk menyelesaikan masalah dan hambatan yang dihadapi.
Langkah yang harus dilakukan ketika membangun perpustakaan adalah mempersiapkan segala sesuatu dengan sangat matang. Prediksi masa akan datang juga menjadi tantangan yang harus dipikirkan pustakawan dalam membangun perpustakaan. Jadi tidak hanya berhenti ketika perpustakaan sidah berdiri saja tapi harus berkelanjutan hingga perpustakaan berkembang. Berkembang dalam konterks ini adalah kegiatan mendayagunakan perprpustakaan. Konsep mendayagunakan dalam hal ini diartika sebagai upaya mendayakan dan menggunakan. Mendayakan memiliki makna bahwa setelah perpustakaan sudah berdiri hendaknya selalu dilanjutkan dengan kegiatan mendayakan atau membuat perpustakaan menjadi berdaya dalam memenuhi kebutuhan informasi pemakai. Selain itu perpustakaan juga harus selalu digunakan, baik oleh pemakai maupun oleh pihak perpustakaan sendiri untuk memberikan pelayanan informasi.
SDM (Sumber Daya Manusia) yang dibutuhkan oleh perpustakaan adalah pustakawan yang memikili kualitas pribadi yang tinggi. Pustakawan yang dapat bekerja dibawah tekanan yang menuntut untuk berfikir cepat dan tepat merupakan kompetensi pustakawan yang seharusnya dimiliki. Memaksimalkan kemampuan pustakawan untuk perpustakaan menjadi investasi yang penting bagi perpustakaan. Dengan kata lain, totalitas diperlukan dalam menjalankan peran sebagai seorang pustakawan. Mampu mengendalikan mood, tidak dikendalikan oleh mood merupakan tuntutan yang harus dimiliki pustakawan. Kebiasaan ini akan menimbulkan sikap kerja yang profesional. Terus optimis dan kritis dalam menghadapi segala masalah dan hambatan yang dihadapi perpustakaan menjadi modal awal perpustakaan berkembang. Memandang masalah dari segi perspektif sangat penting
Indonesia bukan memberantas kemiskinan. Namun mensejahterakan rakyat.” ( Anies Bawean, Indonesia Mengajar: 2011 )
pada dasarnya makna kalimat tersebut sama tapi kalimat yang kedua lebih memiliki konotasi yang positif dibanding yang kalimat yang pertama. Sebagai seorang pustakawan hendaknya memiliki pola pikir yang demikian. Memandang segala sesuatu secara positif untuk memunculkan sikap positif juga. Jika setiap hambatan yang dihadapi oleh perpustakaan dipandang sebagai suatu tantangan yang harus diselesaikan maka akan timbul juga sikap positif seperti inovasi-inovasi guna menyelesaikan hambatan dengan cara yang lebih excelent. Sikap seperti ini dapat menjadikan perpustakaan cepat berkembang.
Hambatan mengenai dana untuk pengadaan literatur yang semakin mahal dan tidak terjangkau oleh berbagai perpustakaan sebetulnya dapat disiasati dengan cara menjalakankan fungsi dokumentasi dari perpustakaan harus lebih digarap secara lebih intensif. Secara sederhana, kegiatan dokumentasi dapat dikatakan sebagai berbagai upaya untuk pengabdian. Apa yang akan diabdikan tentunya sangat tergantung pada lembaga induk dari perpustakaan tersebut.
Perpustakaan menilai bahwa informasi adalah objek utama dukomentasi, maka semua yang dapat menghasilkan informasi harus didokumentasikan. Koleksi perpustakaan akhirnya juga akan berkembang dengan media lain selain media cetak. Perpustakaan nantinya akan dapat menghasilkan dokumentasi sendiri berupa karya tertulis, tercetak maupun terekam. Dengan pendekatan ini, apabila semua lembaga melaksanakan dokumentasi atas semua kegiatan dan hasil kerjanya dalam sistem yang benar, maka logikanya kebutuhan informasi nasional akan dengan mudah terpenuhi. Tidaklah berlebihan apabila justru mulai digalakkan kembali upaya dokumentasi internal pada setiap lembaga atau dokumentasi.
Dalam keadaan dana untuk pengadaan pustaka baru yang terbatas, pembangunan dan pendayagunaan perpustakaan dapat dilakukan sekaligus sebagai bagian dalam proses menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh perorangan, kelompok, organisasi ataupun instansi. Sejauh ini keterlibatan perpustakaan dalam proses menyelesaikan masalah belum optimal. Pustakawan harus memandang bahwa masalah yang dihadapi oleh lenbaga induk merupakan masalah perpustakaan juga. Maka apabila saat sekarang masih tersedia dana pengadaan literatur, selayaknya dapat digunakan untuk proses penyelesaian masalah yang ada tersebut. Kalau perlu dana tersebut juga dipakai untuk pengadaan data, informasi atau pengetahuan yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Perolehan data, informasi dan pengetahuan perlu didokumentasikan. Hal ini tentu akan meningkatkan dayaguna perpustakaan. Dengan pendekekatan seperti ini, memang perlu sekali rasanya pustakawan untuk lebih terbuka pada permasalahan lingkungan sekitar. Pendekatan ini sekaligus juga akan meningkatkan peran perpustakaan dalam lembaga tersebut. Membuat citra perpustakaan dipandang lebih baik dan memiliki peran yang cukup penting dalam lembaga tersebut menjadikan perhatian yang lebih kepada perpustakaan sehingga lebih mudah untuk berkembang.

Hambatan-hambatan yang dihadapi perpustakaan untuk berkembang

Hambatan-hambatan yang dihadapi perpustakaan untuk berkembang
Sering kali sebuah instansi yang menginginkan perubahan dan berkembang, dalam konteks ini adalah perpustakaan, menjadi lebih baik harus menghadapi berbagai hambatan. Namun, hambatan-hambatan yang akan dihadapi seharusnya disikapi dengan bijak, tidak malah mematahkan semangat untuk mengadakan perubahan. Hambatan yang dihadapi malah justru dapat memotivasi para pustakawan dalam usaha mengembangkan perpustakaan. Semakin banyak tekanan yang ada akan membuat pustakawan lebih memutar otak untuk berinovasi mengadakan perubahan guna menghadapi semua hambatan-hambatan yang ada.
Hambatan yang sering pustakawan lakukan adalah berhenti ketika perpustakaan sudah berdiri. Kegiatan berlanjut untuk pengembangan sering dilupakan.
Biasanya dalam pembangunan perpustakaan selalu menyebutkan berorientasi pada pemakai. Namun apakah memang sungguh-sungguh mereka ditanyai dalam proses pembangunan perpustakaan tersebut? Bukankah proses pembangunan perpustakaan selama ini hanya berdasarkan asumsi saja, atas keperluan pemakai? Apakah proses pembangunan juga sudah selalu diikuti pembinaan dengan pembinaan agar apa yang telah dibangun dapat dipertahankan keadaannya dan dapat dikembangkan? Apakah langkah untuk tetap berkembang ini sudah direncanakan dalam perencanaan awal pembangunan suatu perpustakaan? Masih banyak pertanyaan yang sekiranya harus dijawab satu per satu. Perlu adanya perencanaan yang sangat matang untuk pembangunan perpustakaan agar nantinya hambatan yang terjadi akan dapat dihadapi karena telah terprediksi dari awal pembangunan perpustakaan sehingga proses pengembangan perpustakaan tetap berlanjut.
Promosi dan pemasaran perpustakaan yang kurang maksimal menjadi salah satu hambatan perpustakaan untuk berkembang. Sering kita mendapati pemakai sudah jarang bahkan tidak lagi memanfaatkan layanan yang telah disediakan oleh perpustakaan dengan alasan tertentu. Maka hal ini menjadi pekerjaan rumah perpustakaan untuk membuat perpustakaan selalu digunakan oleh pemakai secara benar. Promosi dan pemasaran diharapkan akan menjadi pilar untuk perpustakaan tetap ada dan berkembang.
Prioritas diberikan pada komponen yang paling mendukung target pengembangan lembaga. Pertimbangan lain adalah ketersediaan dana yang dimiliki. (Dunia Pustaka, Trik dan Tips Konsep Praktis Pengembangan Perpustakaan:2010 )
Dana juga menjadi hambatan klasik yang dihadapi perpustakaan untuk berkembang. Belum semua perpustakaan memiliki dana cukup untuk mengadakan literatur, terlebih pada saat sekarang dengan semakin mahalnya harga buku membuat perpustakaan semakin sulit untuk berkembang.
SDM ( Sumber Daya Manusia ) dapat menjadi hambatan utama untuk berkembangnya perpustakaan. SDM yang tidak memiliki kualitas kompetensi (berdaya juang) akan membuat semakin lambatnya perkembangan perpustakaan, diam statis tidak ada pergerakan bahkan dampak terburuknya perpustakaan akan tutup.
Segala aspek dari perpustakaan pada dasarnya mempunyai potensi untuk menjadi penghambat untuk perpustakaan berkembang. Akan tetapi, tinggal bagaimana perpustakaan itu sendiri terlebih pustakawannya penyikapi hal tersebut. Apakah akan menjadikannya sebagai hambatan untuk susah berkembang atau malah sebaliknya, menjadikan hal tersebut sebagai pemicu pergerakan perpustakaan menjadi lebih baik.

Gambaran umum perpustakaan Indonesia saat ini

Gambaran umum perpustakaan Indonesia saat ini
“Perpustakaan merupakan tempat terkumpulnya bahan pustaka baik tercetak maupun terekam yang dikelola secara teratur dalam sistematis, disamping itu perpustakaan merupakan salah satu sarana pelestarian bahan pustaka sebagai hasil bidaya [sic!] dan mempunyai fungsi sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan dalam rangka mencerdaskan bangsa dan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional.” ( Sudjatmo, 2009:1 )
Bicara tentang perpustakaan Indonesia merupakan bahasan yang dianggap kurang penting bagi kebanyakan masyarakat Indonesia. Masyarakat cenderung lebih tertarik pada bidang politik, ekonomi, hukum, atau kesehatan dibanding dengan bidang perpustakaan. Bahkan masih banyak juga mahasiswa ilmu perpustakaan / pustakawan / teknisi perpustakaan yang lebih tertarik pada bidang di luar lingkup perpustakaan. Kurangnya pemahaman tentang perpustakaan menjadikan perpustakaan memiliki citra yang kurang baik juga di masyarakat sehingga apresiasi dari masyarakat sangat kurang.
Sebenarnya banyak pustakawan yang menginginkan perpustakaan tempatnya bekerja menjadi lebih maju dan mutakir mengikuti perkembangan dunia perpustakaan. Dapat kita lihat perpustakaan konvensional sudah mulai beralih menjadi perpustakaan digital. Namun sayangnya, perkembangan tersebut tidak merata pada masyarakat Indonesia. Semakin suatu daerah dikatakan kota maka perkembangan perpustakaan cenderung menjadi lebih mudah karena akses penyebaran informasi jauh lebih cepat dibanding yang ada di pedesaan.
Pendidikan formal ilmu perpustakaan semakin banyak di Indonesia. Berbagai universitas di Indonesia membuka pendidikan formal jurusan ilmu perpustakaan mulai dari Tingkat Ahli Madya ( D3 ), Strata 1 ( Sarjana ), Strata 2 ( Magister ) bahkan ada pula Universitas Terbuka yang membuka kelas ilmu perpustakaan Tingkat D2. Kesemua itu dimaksudkan untuk menccetak calon-calon pustakawan yang nantinya diharapkan akan dapat mengembangkan perpustakaan. Pada kenyataannya, dari tahun ke tahun makin banyak universitas yang mencetak pustakawan-pustakawan baru, tapi tidak banyak universitas yang dapat mencetak pustakawan yang berkualitas yang dapat bersaing dalam lingkup global.
Birokrasi pemerintahan di Indonesia beserta kebijakan-kebijakannya yang terkadang membuat binggung pustakawan yang mengelola perpustakaan menjadi seperti “katak dalam tempurung” sehingga membuat tidak bebas untuk melakukan inovasi di bidang perpustakaan. Aturan-aturan yang ada membelit pustakawan untuk bebas melangkah. Akan tetapi, tidak semua kebijakan pemerintah merugikan pustakawan mengembangkan perpustakaannya. Sebagai contoh Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 bahwa sekolah menganggarkan 5% untuk perpustakaan termasuk untuk pengembangan perpustakaan. Namun, kadang pustakawan tidak mengerti peraturan ini dan menjadikan mereka pasif. Dalam arti mereka menunggu sampai ada anggaran untuk pengembangan perpustakaan. Seharusnya anggaran sebesar 5% diminta dari sekolah untuk perpustakaan. Entah nantinya akan digunakan untuk pengadaan, pelestarian koleksi perpustakaan ataupun yang lain guna pengembangan perpustakaan.