Pages

Saturday, December 24, 2011


MENGANTARKAN ‘SENAYAN’ UNTUK PERPUSTAKAAN DIGITAL PERTUNI
Semarang, 20 Desember 2011
Pioneer  Library Organizer (PiLO) baru saja melakukan salah satu langkah nyata untuk membantu mengoptimalkan fungsi Perpustakaan sebagai penyedia informasi dengan mengadakan pelatihan open source SENAYAN. Pelatihan yang dilakukan oleh Library Organizer yang hendak menginjak usia 1 tahun ini melibatkan salah seorang dosen Undip yang bergelut di bidang TI sebagai tentor, dua orang pengurus Perpustakaan sebagai peserta pelatihan, juga 5 orang mahasiswa yang ada di balik PiLO. SENAYAN dipilih karena merupakan Open Source yang sudah memasyarakat dan terbilang mudah dalam penggunaannya. Juga karena penyebarannya yang sudah meluas di berbagai perpustakaan sehingga kualitasnya tidak perlu diragukan lagi.
Perpustakaan Digital Pertuni yang beralamat di Jl. Badak 3 no.62 Semarang memang selama ini menyediakan berbagai macam koleksi buku berbentuk digital yang khusus dilayankan kepada para tunanetra. Namun karena keterbatasan tenaga, perpustakaan yang sudah cukup lama beroperasi ini mengalami kendala dalam pengolahan koleksi. Banyak koleksi kiriman dari Mitra Netra, relasi mereka dari Jakarta, yang belum ‘terjamah’ sementara koleksi-koleksi yang tersedia harus selalu diperbarui. Karena itulah PiLO berinisiatif mengadakan Pelatihan Open Source SENAYAN sebagai solusi nyata yang ditawarkan kepada pengurus perpustakaan agar mereka tak lagi kesulitan dalam mengelola koleksi. Dengan SENAYAN, kegiatan pengelolaan perpustakaan seperti katalogisasi, inventarisasi, dapat dilakukan dengan mudah dan terpadu.
Pioneer Library Organizer sebenarnya merupakan sebuah inovasi gerakan untuk memajukan perpustakaan-perpustakaan di Indonesia. Adalah 5 orang mahasiswa Universitas Diponegoro yang berada di balik terbentuknya organizer perpustakaan tersebut. Berangkat dari keprihatinan terhadap nasib perpustakaan yang kurang tersentuh sementara pemerintah sudah menetapkan peraturan lewat UU no.43 tahun 2007 bahwa perpustakaan bersifat wajib untuk setiap instansi/lembaga baik negeri maupun swasta. Mahasiswa semester 7 yang sedang menempuh pendidikan di Jurusan Ilmu Perpustakaan Undip tersebut kemudian menyatukan visi mereka memajukan perpustakaan dengan membentuk Pioneer Library Organizer pada 20 Januari 2011.
Pelatihan SENAYAN ini merupakan kegiatan formal pertama PiLO setelah sebelumnya mereka membantu penanganan inventarisasi koleksi. Para mahasiswa tersebut berharap pelatihan tersebut bisa menjadi langkah awal kesuksesan PiLO.
“Masih banyak mimpi kami yang menunggu untuk realisasi, semoga dengan kegiatan ini semangat kami semakin terpacu untuk melanjutkan misi-misi pengembangan perpustakaan yang lain.” Sahut Oktavianus, salah satu pendiri PiLO.
            Gb. Pelatihan Open Source senayan





Sunday, November 27, 2011

Menelisik Pendidikan di Tanah Mutiara Hitam

Hingar bingar rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke pada Sabtu malam, 19 November pastilah membahana ketika gol-gol yang ditunggu-tunggu akhirnya hadir memecah kebuntuan pertandingan semi final Indonesia vs Vietnam. SEA Games tahun ini sangat berbeda selain karena mendapatkan kehormatan menjadi tuan rumah,  Indonesia juga terus mendulang emas sejak hari pertama dimulainya SEA Games. Cabang demi cabang terus menyumbangkan prestasinya demi harum nama Indonesia. Salah satu cabang olahraga yang mendapat dukungan luar biasa adalah sepak bola. Garuda muda terus menggebrak dengan permainan yang apik. Dari dalam tubuh Timnas U-23 sendiri, ada trio Papua yang menarik perhatian publik dengan aksi lapangan yang mengesankan. Titus Bonai, Oktovianus Maniani, dan Patrich Wanggai menjadi idola baru di tengah sorak sorai  para pendukung Garuda Muda. Tak hanya trio Papua yang menjadi idola di dalam sepak bola, dalam cabang olahraga lain yang dilombakan dalam SEA Games pun terdapat beberapa rakyat Papua yang menggebrak dengan prestasinya yang mengagumkan. Sebut saja Franklin Ramses Burumi, atlet Papua yang menyumbangkan emas dalam kejuaraan lari nomor 100 meter dan 200 meter, masing-masing dengan waktu 10,37 detik dan 20,93 detik. Franklin bahkan memecahkan rekor SEA Games dengan waktu tercepat dan disebut sebagai manusia tercepat se-Asia Tenggara saat ini. Masih ada beberapa atlet Papua  yang ikut memperkuat berbagai cabang kejuaraan olahraga lain.  Yunita Kadop, Viktor Kadop, dan Dina Hubi memperkuat cabang olah raga dayung. Yulisar Matuti  di karate dan Selly Manimbo di tinju, serta Agista Imbiri dan Christin Marani di softball.
Jika melihat prestasi demi prestasi yang ditorehkan masyarakat Papua, rasanya Indonesia perlu bersyukur memiliki pulau berbentuk kepala burung itu. Mengingat perjuangan merebut papua dari tangan Belanda pada tahun 60-an silam, rasanya perjuangan itu tak sia-sia karena Papua telah menyempurnakan keberagaman etnik budaya Indonesia, dan kini juga ikut menyemarakkan prestasi kita di ajang olahraga.
Papua memang tanah yang kaya. Kaya budaya, kaya suku, kaya sumber daya alamnya, kaya akan berbagai biota laut yang bahkan terkenal sampai ke mancanegara. Bahkan satu-satunya tempat bersalju yang ada di Indonesia hanyalah puncak Jayawijaya, Papua. Tetapi ada satu hal ironis yang muncul ketika kita mendengar kata ‘Papua’.  Pendidikan.
Prestasi mebanggakan yang ditorehkan masyarakat Papua sayangnya berbanding terbalik dengan kondisi pendidikan di pulau paling timur Indonesia itu. Pada awalnya saya penasaran, bagaimana potret pendidikan di Papua hingga menghasilkan individu-individu berkualitas di ajang olahraga ini. Jika mengingat film ‘Denias’, saya seharusnya tahu jawabannya. Namun rasa penasaran tetap mengalahkan segalanya. Dari berbagai artikel yang saya temukan ketika browsing, didapatkan beberapa informasi yang mengejutkan mengenai pendidikan di ranah Papua. Sebuah artikel blog menceritakan sebuah pengalaman ketika bertandang ke sebuah daerah di pedalaman Papua. Banyak siswa sekolah dasar berjalan-jalan ke luar sekolah pada saat jam pelajaran. Bukan karena sedang outdoor study, tapi karena guru-guru mereka sedang tidak berangkat, dan itu seringkali terjadi! Usut punya usut, ternyata jarangnya kehadiran guru dikarenakan kurangnya apresiasi pemerintah daerah terhadap pendidikan. Upah pengajar yang berjibaku di pedalaman terbilang kecil dan tidak sepadan dengan transportasi yang harus ditempuh. Belum lagi medan yang susah dicapai. Hal ini yang kemudian menjadikan para pengajar lebih memilih pergi ke kota. Lalu dengan anak-anak di pedalaman?
Butuh perjuangan ekstra keras untuk mendapatkan pendidikan, mulai dari menempuh perjalanan ratusan kilometer, harus bersabar ketika ternyata guru yang diharapkan tak kunjung tiba, belum lagi mahalnya biaya pendidikan menyebabkan mereka susah mendapatkan buku pelajaran. Hal ini berimbas pada rendahnya kualitas pendidikan di Papua. Banyak ditemui di sekolah-sekolah dasar dimana siswa kelas atas (5,6 SD) pun masih kesulitan untuk sekedar membaca. Jika hal ini terus berlanjut, bagaimana bisa mereka bersaing dengan siswa-siswa dari kota lain dalam ujian nasional? Lalu jika kegagalan dalam kelulusan merupakan hal yang wajar di sana, apakah kita akan membiarkannya menjadi penyebab utama jika mereka tidak bisa mengimbangi tuntutan globalosasi.
Jika melihat fakta yang demikian, rasanya tak pantas jika harus menunda tindakan yang seharusnya segera dilakukan untuk menyelamatkan generasi penerus di Papua. Ketika melihat prestasi gemilang yang ditunjukkan oleh masyarakat Papua di SEA Games ini, saya sempat berfikir “Apa jadinya Indonesia kalau Papua memerdekakan diri seperti Timor Timur?”. Sebuah ketakutan yang wajar mengingat selama ini masih banyak masyarakat Papua yang belum ‘tersentuh’ sehingga kehidupan sehari-hari mereka menjadi begitu memprihatinkan.
Saya pernah melihat tayangan di sebuah stasiun TV swasta yang menyajikan kehidupan di pulau paling timur Indonesia itu. Kehidupan di sekitar pesisir lebih tepatnya. Seorang reporter menyajikan portet sebuah keluarga yang kehidupannya cukup memprihatinkan. Untuk makan saja, mereka hanya mengandalkan rebusan jagung campur sayur seadanya yang dimasak tanpa bumbu, itupun termasuk makanan ‘layak’ yang bisa mereka peroleh karena tak jarang pula mereka ‘berpuasa’. Untuk pendidikannya? Hanya ada satu bangunan sekolah dengan satu guru disana. Satu bangunan dalam arti benar-benar berupa sebuah ruangan kelas. Tanpa ruang guru, ruang kepala sekolah, atau lapangan layaknya sekolah kebanyakan. Namun toh segelintir bocah di sana tetap bersemangat menimba ilmu. Sungguh sebuah pemandandangan yang miris dan ironis mengingat banyaknya yang Papua berikan untuk negeri ini. Banyak sekali kehebatan Papua yang ditunjukkan untuk Indonesia mulai dari alam hingga manusia-manusianya. Bukan saatnya lagi menganaktirikan masyarakat minoritas karena pada kenyataannya kita membutuhkan satu sama lain. Bukan saatnya menunggu waktu yang tepat untuk bertindak karena waktu terus berjalan sementara mereka tak bisa terus seperti ini. Masalah pendidikan memang menjadi tanggung jawab bersama. Bagaimanapun juga masyarakat Papua dengan berbagai kondisi pendidikannya yang memprihatinkan sudah menunjukkan kilaunya. Kilau prestasi yang membanggakan negeri ini. Semoga hal tersebut bisa menjadi pelecut semangat para pemuda Indonesia untuk berlomba memberikan yang terbaik bagi negeri ini.

Referensi:

Wednesday, June 8, 2011

Langkah perpustakaan menghadapi hambatan sulit berkembangnya perpustakaan

Langkah perpustakaan menghadapi hambatan sulit berkembangnya perpustakaan Semua hambatan yang ada pasti memiliki jalan keluar untuk dihadapi. Termasuk hambatan-hambatan untuk perpustakaan berkembang. Meskipun memerlukan usaha yang tidak mudah maka perlu adanya dukungan dari semua pihak perpustakaan baik pihak internal maupun eksternal untuk menyelesaikan masalah dan hambatan yang dihadapi.
Langkah yang harus dilakukan ketika membangun perpustakaan adalah mempersiapkan segala sesuatu dengan sangat matang. Prediksi masa akan datang juga menjadi tantangan yang harus dipikirkan pustakawan dalam membangun perpustakaan. Jadi tidak hanya berhenti ketika perpustakaan sidah berdiri saja tapi harus berkelanjutan hingga perpustakaan berkembang. Berkembang dalam konterks ini adalah kegiatan mendayagunakan perprpustakaan. Konsep mendayagunakan dalam hal ini diartika sebagai upaya mendayakan dan menggunakan. Mendayakan memiliki makna bahwa setelah perpustakaan sudah berdiri hendaknya selalu dilanjutkan dengan kegiatan mendayakan atau membuat perpustakaan menjadi berdaya dalam memenuhi kebutuhan informasi pemakai. Selain itu perpustakaan juga harus selalu digunakan, baik oleh pemakai maupun oleh pihak perpustakaan sendiri untuk memberikan pelayanan informasi.
SDM (Sumber Daya Manusia) yang dibutuhkan oleh perpustakaan adalah pustakawan yang memikili kualitas pribadi yang tinggi. Pustakawan yang dapat bekerja dibawah tekanan yang menuntut untuk berfikir cepat dan tepat merupakan kompetensi pustakawan yang seharusnya dimiliki. Memaksimalkan kemampuan pustakawan untuk perpustakaan menjadi investasi yang penting bagi perpustakaan. Dengan kata lain, totalitas diperlukan dalam menjalankan peran sebagai seorang pustakawan. Mampu mengendalikan mood, tidak dikendalikan oleh mood merupakan tuntutan yang harus dimiliki pustakawan. Kebiasaan ini akan menimbulkan sikap kerja yang profesional. Terus optimis dan kritis dalam menghadapi segala masalah dan hambatan yang dihadapi perpustakaan menjadi modal awal perpustakaan berkembang. Memandang masalah dari segi perspektif sangat penting
Indonesia bukan memberantas kemiskinan. Namun mensejahterakan rakyat.” ( Anies Bawean, Indonesia Mengajar: 2011 )
pada dasarnya makna kalimat tersebut sama tapi kalimat yang kedua lebih memiliki konotasi yang positif dibanding yang kalimat yang pertama. Sebagai seorang pustakawan hendaknya memiliki pola pikir yang demikian. Memandang segala sesuatu secara positif untuk memunculkan sikap positif juga. Jika setiap hambatan yang dihadapi oleh perpustakaan dipandang sebagai suatu tantangan yang harus diselesaikan maka akan timbul juga sikap positif seperti inovasi-inovasi guna menyelesaikan hambatan dengan cara yang lebih excelent. Sikap seperti ini dapat menjadikan perpustakaan cepat berkembang.
Hambatan mengenai dana untuk pengadaan literatur yang semakin mahal dan tidak terjangkau oleh berbagai perpustakaan sebetulnya dapat disiasati dengan cara menjalakankan fungsi dokumentasi dari perpustakaan harus lebih digarap secara lebih intensif. Secara sederhana, kegiatan dokumentasi dapat dikatakan sebagai berbagai upaya untuk pengabdian. Apa yang akan diabdikan tentunya sangat tergantung pada lembaga induk dari perpustakaan tersebut.
Perpustakaan menilai bahwa informasi adalah objek utama dukomentasi, maka semua yang dapat menghasilkan informasi harus didokumentasikan. Koleksi perpustakaan akhirnya juga akan berkembang dengan media lain selain media cetak. Perpustakaan nantinya akan dapat menghasilkan dokumentasi sendiri berupa karya tertulis, tercetak maupun terekam. Dengan pendekatan ini, apabila semua lembaga melaksanakan dokumentasi atas semua kegiatan dan hasil kerjanya dalam sistem yang benar, maka logikanya kebutuhan informasi nasional akan dengan mudah terpenuhi. Tidaklah berlebihan apabila justru mulai digalakkan kembali upaya dokumentasi internal pada setiap lembaga atau dokumentasi.
Dalam keadaan dana untuk pengadaan pustaka baru yang terbatas, pembangunan dan pendayagunaan perpustakaan dapat dilakukan sekaligus sebagai bagian dalam proses menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh perorangan, kelompok, organisasi ataupun instansi. Sejauh ini keterlibatan perpustakaan dalam proses menyelesaikan masalah belum optimal. Pustakawan harus memandang bahwa masalah yang dihadapi oleh lenbaga induk merupakan masalah perpustakaan juga. Maka apabila saat sekarang masih tersedia dana pengadaan literatur, selayaknya dapat digunakan untuk proses penyelesaian masalah yang ada tersebut. Kalau perlu dana tersebut juga dipakai untuk pengadaan data, informasi atau pengetahuan yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Perolehan data, informasi dan pengetahuan perlu didokumentasikan. Hal ini tentu akan meningkatkan dayaguna perpustakaan. Dengan pendekekatan seperti ini, memang perlu sekali rasanya pustakawan untuk lebih terbuka pada permasalahan lingkungan sekitar. Pendekatan ini sekaligus juga akan meningkatkan peran perpustakaan dalam lembaga tersebut. Membuat citra perpustakaan dipandang lebih baik dan memiliki peran yang cukup penting dalam lembaga tersebut menjadikan perhatian yang lebih kepada perpustakaan sehingga lebih mudah untuk berkembang.

Hambatan-hambatan yang dihadapi perpustakaan untuk berkembang

Hambatan-hambatan yang dihadapi perpustakaan untuk berkembang
Sering kali sebuah instansi yang menginginkan perubahan dan berkembang, dalam konteks ini adalah perpustakaan, menjadi lebih baik harus menghadapi berbagai hambatan. Namun, hambatan-hambatan yang akan dihadapi seharusnya disikapi dengan bijak, tidak malah mematahkan semangat untuk mengadakan perubahan. Hambatan yang dihadapi malah justru dapat memotivasi para pustakawan dalam usaha mengembangkan perpustakaan. Semakin banyak tekanan yang ada akan membuat pustakawan lebih memutar otak untuk berinovasi mengadakan perubahan guna menghadapi semua hambatan-hambatan yang ada.
Hambatan yang sering pustakawan lakukan adalah berhenti ketika perpustakaan sudah berdiri. Kegiatan berlanjut untuk pengembangan sering dilupakan.
Biasanya dalam pembangunan perpustakaan selalu menyebutkan berorientasi pada pemakai. Namun apakah memang sungguh-sungguh mereka ditanyai dalam proses pembangunan perpustakaan tersebut? Bukankah proses pembangunan perpustakaan selama ini hanya berdasarkan asumsi saja, atas keperluan pemakai? Apakah proses pembangunan juga sudah selalu diikuti pembinaan dengan pembinaan agar apa yang telah dibangun dapat dipertahankan keadaannya dan dapat dikembangkan? Apakah langkah untuk tetap berkembang ini sudah direncanakan dalam perencanaan awal pembangunan suatu perpustakaan? Masih banyak pertanyaan yang sekiranya harus dijawab satu per satu. Perlu adanya perencanaan yang sangat matang untuk pembangunan perpustakaan agar nantinya hambatan yang terjadi akan dapat dihadapi karena telah terprediksi dari awal pembangunan perpustakaan sehingga proses pengembangan perpustakaan tetap berlanjut.
Promosi dan pemasaran perpustakaan yang kurang maksimal menjadi salah satu hambatan perpustakaan untuk berkembang. Sering kita mendapati pemakai sudah jarang bahkan tidak lagi memanfaatkan layanan yang telah disediakan oleh perpustakaan dengan alasan tertentu. Maka hal ini menjadi pekerjaan rumah perpustakaan untuk membuat perpustakaan selalu digunakan oleh pemakai secara benar. Promosi dan pemasaran diharapkan akan menjadi pilar untuk perpustakaan tetap ada dan berkembang.
Prioritas diberikan pada komponen yang paling mendukung target pengembangan lembaga. Pertimbangan lain adalah ketersediaan dana yang dimiliki. (Dunia Pustaka, Trik dan Tips Konsep Praktis Pengembangan Perpustakaan:2010 )
Dana juga menjadi hambatan klasik yang dihadapi perpustakaan untuk berkembang. Belum semua perpustakaan memiliki dana cukup untuk mengadakan literatur, terlebih pada saat sekarang dengan semakin mahalnya harga buku membuat perpustakaan semakin sulit untuk berkembang.
SDM ( Sumber Daya Manusia ) dapat menjadi hambatan utama untuk berkembangnya perpustakaan. SDM yang tidak memiliki kualitas kompetensi (berdaya juang) akan membuat semakin lambatnya perkembangan perpustakaan, diam statis tidak ada pergerakan bahkan dampak terburuknya perpustakaan akan tutup.
Segala aspek dari perpustakaan pada dasarnya mempunyai potensi untuk menjadi penghambat untuk perpustakaan berkembang. Akan tetapi, tinggal bagaimana perpustakaan itu sendiri terlebih pustakawannya penyikapi hal tersebut. Apakah akan menjadikannya sebagai hambatan untuk susah berkembang atau malah sebaliknya, menjadikan hal tersebut sebagai pemicu pergerakan perpustakaan menjadi lebih baik.

Gambaran umum perpustakaan Indonesia saat ini

Gambaran umum perpustakaan Indonesia saat ini
“Perpustakaan merupakan tempat terkumpulnya bahan pustaka baik tercetak maupun terekam yang dikelola secara teratur dalam sistematis, disamping itu perpustakaan merupakan salah satu sarana pelestarian bahan pustaka sebagai hasil bidaya [sic!] dan mempunyai fungsi sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan dalam rangka mencerdaskan bangsa dan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional.” ( Sudjatmo, 2009:1 )
Bicara tentang perpustakaan Indonesia merupakan bahasan yang dianggap kurang penting bagi kebanyakan masyarakat Indonesia. Masyarakat cenderung lebih tertarik pada bidang politik, ekonomi, hukum, atau kesehatan dibanding dengan bidang perpustakaan. Bahkan masih banyak juga mahasiswa ilmu perpustakaan / pustakawan / teknisi perpustakaan yang lebih tertarik pada bidang di luar lingkup perpustakaan. Kurangnya pemahaman tentang perpustakaan menjadikan perpustakaan memiliki citra yang kurang baik juga di masyarakat sehingga apresiasi dari masyarakat sangat kurang.
Sebenarnya banyak pustakawan yang menginginkan perpustakaan tempatnya bekerja menjadi lebih maju dan mutakir mengikuti perkembangan dunia perpustakaan. Dapat kita lihat perpustakaan konvensional sudah mulai beralih menjadi perpustakaan digital. Namun sayangnya, perkembangan tersebut tidak merata pada masyarakat Indonesia. Semakin suatu daerah dikatakan kota maka perkembangan perpustakaan cenderung menjadi lebih mudah karena akses penyebaran informasi jauh lebih cepat dibanding yang ada di pedesaan.
Pendidikan formal ilmu perpustakaan semakin banyak di Indonesia. Berbagai universitas di Indonesia membuka pendidikan formal jurusan ilmu perpustakaan mulai dari Tingkat Ahli Madya ( D3 ), Strata 1 ( Sarjana ), Strata 2 ( Magister ) bahkan ada pula Universitas Terbuka yang membuka kelas ilmu perpustakaan Tingkat D2. Kesemua itu dimaksudkan untuk menccetak calon-calon pustakawan yang nantinya diharapkan akan dapat mengembangkan perpustakaan. Pada kenyataannya, dari tahun ke tahun makin banyak universitas yang mencetak pustakawan-pustakawan baru, tapi tidak banyak universitas yang dapat mencetak pustakawan yang berkualitas yang dapat bersaing dalam lingkup global.
Birokrasi pemerintahan di Indonesia beserta kebijakan-kebijakannya yang terkadang membuat binggung pustakawan yang mengelola perpustakaan menjadi seperti “katak dalam tempurung” sehingga membuat tidak bebas untuk melakukan inovasi di bidang perpustakaan. Aturan-aturan yang ada membelit pustakawan untuk bebas melangkah. Akan tetapi, tidak semua kebijakan pemerintah merugikan pustakawan mengembangkan perpustakaannya. Sebagai contoh Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 bahwa sekolah menganggarkan 5% untuk perpustakaan termasuk untuk pengembangan perpustakaan. Namun, kadang pustakawan tidak mengerti peraturan ini dan menjadikan mereka pasif. Dalam arti mereka menunggu sampai ada anggaran untuk pengembangan perpustakaan. Seharusnya anggaran sebesar 5% diminta dari sekolah untuk perpustakaan. Entah nantinya akan digunakan untuk pengadaan, pelestarian koleksi perpustakaan ataupun yang lain guna pengembangan perpustakaan.

Tuesday, May 31, 2011

Konsep Umum Pioneer Library Organizer

PIONEER  LIBRARY  ORGANIZER
A passion for a better Indonesia


What is Pioneer Library Organizer?
Pioneer is  an Organizer that deals in Library

What do we do?
Pioneer Library Organizer is doing:
Clasification

Catalogisation
Library Promotion
Library Information
Preservation and Concervation
Stock Opname
We also can help to share about library
Why Do We Make a Pioneer Library Organizer?


Because we want to progress the education by library development
How We Can Do Our Duty?
We have internship experience in some libraries.

We also connect with several relationships that can support our activities.
Who Are The Founder Pioneer Library Organizer?
Moh. Arif Wahyudi
Putri Aziza D.A
Oktavianus Nanda N.A
Supriyon0
-Maria Ayu Puspita

And we are from Library Department  Faculty of Humanity Diponegoro  University

Where You Can Contact Us?
Add on Facebook Pioneer Organizer
Or
Follow on Twitter @PioneerLib_org

Monday, May 30, 2011

Foto- foto Agen-agen Pioneer

Foto-foto pendiri Pioneer Library Organizer


*sebenarnya msih kurang satu yaitu supriyono, next time ikutan foto ya kauand*


Thursday, April 28, 2011

Selamat Datang

Inilah dia, telah lahir pelopor pemgembang perpustakaan. Library Enterpreneurship adalah kembangan dari lingkup perpustakaan yang kami kembangkan. Semoga dengan adanya Pioneer Library Organizer akan menambah daya gedor dunia perpustakaan yang sekarang ini mulai mendapat sorotan khusus dari berbagai pihak.
Selamat berkarya. Semoga sukses Pioneer Library Organizer.
Terimakasih.