Pages

Tuesday, November 20, 2012

Cerita Seru dan Mengharu Biru dari Tanah Blora (1)



Bagi sebagian orang, mengisi waktu akhir pekan biasanya jatuh pada pilihan tempat-tempat yang bisa membuat relax dan melupakan kepenatan selama hari kerja. Tetapi kali ini saya dan beberapa orang teman memilih untuk ‘lari’ dari kepenatan kota dengan kembali ke kearifan alam dan kebersahajaan sebuah desa. Pilihan kami jatuh pada sebuah desa di kabupaten Blora, yaitu Desa Temuireng, Dusun Alasmalang. Sebenarnya ini merupakan agenda lama, serangkaian dari program #Rainbook yang sudah kami jalankan selama 2 bulan terakhir. Jadi kami ke sana bukan sekedar menghabiskan akhir pekan, tapi juga berbekal misi-misi mimpi untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan memasyarakatkan perpustakaan. Sekedar pengingat, #Rainbook adalah rangkaian kegiatan yang berisi penggalangan buku untuk anak-anak yang digelar di Car Free Day Jl. Pahlawan Semarang setiap hari minggu pagi, buku-buku yang terkumpul ini nantinya akan disortir dan didistribusikan ke SD, panti sosial, dan rumah pintar yang membutuhkan. Tidak berhenti sampai di sana, #Rainbook yang digagas oleh EDUforID dan Pioneer Library Organizer ini juga berisi kegiatan pelatihan pustakawan kecil untuk siswa-siswi SD dengan harapan mereka bisa memahami peran perpustakaan dan mencintai buku sejak dini.
Pada akhirnya kami memutuskan untuk ‘berpetualang’ ke Blora pada 16 November yang lalu. Dan inilah awal petualangan kami. :)


16 November 2012,
Semarang, 1 p.m
Kebetulan saat itu long weekend setelah tahun baru hijriyah. Berangkatlah kami dari Semarang pukul 1 siang, yang meskipun panas menyengat, tidak menyulutkan niat dan semangat kami berenam untuk pergi ke sana. Memasuki wilayah Purwodadi, jalanan mulai bergelombang dan agak rusak tetapi Alhamdulillah bisa kami lewati dengan lancar dan selamat.

Blora, 5 p.m
Setelah sekali istirahat dan beberapa kali berhenti untuk menunggu rombongan yang tertinggal, akhirnya kami tiba di alun-alun Blora pukul 5 p.m dan memutuskan untuk singgah sejenak menikmati jajanan yang digelar di sana, karena kebetulan perut kami sudah lapar juga :p . Karena bingung dengan pilihan makanan yang ada, akhirnya pilihan kami jatuh pada warung kucingan yang cukup ramai. Awalnya beberapa anak protes, jauh-jauh ke Blora berhentinya di kucingan juga. Tapi karena perut lapar dan sudah terlalu lelah untuk berkeliling mencari warung yang lain, jadilah kami berenam lesehan di warung kucingan itu. Pesanan langsung datang bertubi-tubi, buah dari aksi protes cacing-cacing di perut kami. Ketika kami tengah bersantap nasi bungkus dan menikmati segarnya minuman, kami menangkap sesuatu yang lucu. Sendok yang kami pakai semuanya ‘mluntir’ , usut punya usut ternyata sendok itulah yang jadi brand kucingan tersebut. Gelas minuman kami pun bersablon sama, dari sana kami tahu kalau warung kucingan yang kami singgahi itu merupakan yang paling ramai dan terkenal di kalangan anak muda di Blora. Olala…. :)




Ga berhenti di kucingan saja, secara perut kami menampung banyak makanan, kami muter lagi nyari yang unik-unik dari Blora. Dan ketemulah kami dengan penjual sempol. Sempol adalah jajanan semacam tempura yang terbuat dari tepung kanji yang digoreng, rasanya enak, cukup Rp. 500,00 sudah bisa menikmati setusuk sempol.




6 p.m
Kami tiba di rumah salah seorang rekan kampus, Mbak Ariyantika. Tapi karena yang bersangkutan sedang berada di luar kota, jadilah adiknya, Dhea, yang menemani selama kami berada di Blora. Orang tua Dhea saaangat ramah, menyambut kami bagaikan anak-anaknya sendiri :). Selepas shalat, kami makan malam dengan makanan khas Blora yang lain, sate ayam. Sate ayam di sini bukan seperti sate ayam Madura yang biasa kita makan, sate ayam Blora bumbunya beda, tidak berkecap, dimakan dengan kuah santan dan sambel kacang. Kalau kita makan di warungnya langsung, kita bisa merasakan nikmatnya makan menggunakan daun jati. Ya, di Blora banyak sekali makanan yang dibungkus menggunakan daun jati, rumah-rumah di sana pun kebanyakan menggunakan kayu jati karena memang komoditi utama Blora adalah jati. Selepas acara makan malam, kami pamit karena harus meneruskan perjalanan ke rumah rekan kami yang lain, Jefri, yang lokasinya lebih dekat dengan SD Temuireng.


7.30 p.m
Kami memulai perjalanan lagi dari Blora kota menuju ke Randublatung diantar oleh Dhea dan ayahnya. Jarak randublatung dari kota adalah sekitar 30 km, dan ternyata medan yang harus kami tempuh lebih terjal dan berbahaya daripada jalanan di Purwodadi. 80% jalanan yang kami lalui rusak berat, ditambah tidak ada penerangan dengan kanan kiri lebat membuat kami harus ekstra hati-hati, berkendara perlahan dan saling menjaga jarak karena hanya sesekali terlihat ada kendaraan lain yang melintas bersama kami. Setelah lebih dari satu jam perjalanan, tibalah kami di kecamatan Randublatung, dijemput oleh rekan kami, Jefri.

Randublatung, 8.45 p.m
Benar-benar perjalanan yang panjang dan melelahkan untuk kami, setibanya di rumah Jefri kami langsung berebut untuk membersihkan diri dan rebahan sejenak di kasur. Walaupun rasanya ingin sekali tidur, semangat kami mengalahkan segalanya. Kami berkumpul lagi untuk mempersiapkan bahan yang akan digukanan pada kegiatan Pelatihan Pustakawan Kecil esok hari. Kami melakukan semuanya sampai tak sadar kalau waktu menunjukkan pukul 2 dini hari. Kami pun bersiap istirahat, menyimpan tenaga yang tersisa untuk hari yang luar biasa

0 komentar:

Post a Comment